Apakah bela Tanah Air Adalah Jihad fi Sabilillah?
Nasionalisme dalam artian sempit adalah perasaan kebangsaan atau rasa cinta terhadap bangsa yang sangat tinggi dan berlebihan sehingga memandang rendah terhadap bangsa lain. Sedangkan dalam artian luas nasionalisme artinya perasaan cinta yang tinggi atau bangga terhadap bangsa dan tidak memandang rendah bangsa lain.
Sikap nasionalisme dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: mencintai alam dengan menjaga kebersihan lingkungan sekitar; menciptakan kerukunan antar sesama; taat terhadap hukum negara; selalu melestarikan budaya dengan bangga; berusaha mempertahankan produk dalam negeri; serta membanggakan negara di kancah dunia. Yang terpenting semangat nasionalisme ini terwujud dalam sikap bela tanah air untuk menjaga keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang harus dilakukan oleh tiap warga negara.
Pada hakikatnya keberadaan NKRI adalah perwujudan perjanjian kebangsaan (Al- Mitsaq Al-Wathan) yang berisi kesepakatan bersama (Al-Muhadah Al-Jam’iyah) bangsa Indonesia yang ditempuh melalui perjuangan panjang bangsa ini.
Dalam UUD Republik Indonesia tahun 1945 secara gamblang mengatur kewajiban WNI (warga negara Indonesia) untuk ikut serta dalam upaya bela tanah air. Hal itu tertuang dalam pasal 27 ayat 3 UUD NRI 1945 yang berbunyi: “setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
Oleh karenanya bela tanah air menjadi suatu keharusan bagi semua elemen negri ini. Lantas bagaimanakah posisi bela negara sendiri dalam pandangan islam? Apakah ada kaitan antara bela tanah air dengan jihad fi sabilillah?
Sebelum kita membahasnya kita harus tau apa makna jihad itu sendiri. Jihad berasal dari kata jahada yang berarti bersungguh sungguh, sedangkan secara istilah jihad bermakna “berusaha sungguh-sungguh dengan mengerahkan segenap kemampuan.” Dalam makna yang lebih luas, jihad mempunyai pengertian menanggulangi musuh yang tampak, setan, dan hawa nafsu. Sebagaimana tercermin dalam firman Allah:
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهٖۗ
Artinya : “Berjuanglah kalian di jalan Allah dengan perjuangan yang sebenar-benarnya”. (QS : Al-Hajj : 78).
Jihad di sini bermakna luas, yakni bersungguh-sungguh dan bekerja keras dalam melakukan kebaikan, baik diwujudkan dengan hati, pikiran, maupun perbuatan. Dalam Islam, kewajiban berjihad hanyalah dalam tataran perantara (wasilah) dengan tujuan utama menjaga dan menegakkan ajaran Tuhan dengan cara-cara yang diridhai Tuhan. Yaitu sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Rasul dan juga nilai yang tertulis dalam al-Qur’an. Bukan justru bertentangan.
Maka, jihad fi sabilillah (Jihad di jalan Allah) dapat dimaknai sebagai usaha secara sungguh-sungguh di jalan Allah sesuai syari’at islam. Dari sinilah muncul tujuan syariah (Maqosid Asy-Syariah) yang dikenal dengan istilah lima pokok tujuan syariah (al-kulliyat al-khamsah) yang meliputi: menjaga agama (hifdz din), menjaga jiwa (hifdz nafs), menjaga akal (hifdz aql), menjaga keturunan (hifdz nasl), dan menjaga harta (hifd maal).
ومقاصد الشارع في خلقه تنحصر في حفظ خمسة أمور : الدين ، النفس ، العقل ، النسل ، المال . فكل ما يتضمن حفظ هذه الأصول الخمسة فهو مصلحة ، وكل ما يفوت هذه الأصول أو بعضها فهو مفسدة.
“Tujuan syariat dibuat sebagai sarana memelihara lima perkara: menjaga agama, jiwa, pikiran, keturunan, dan harta. Segala sesuatu yang bersinggungan dalam menjaga lima prinsip ini adalah kemaslahatan. Dan segala sesuatu yang hilang dari prinsip ini atau sebagian, maka hal tersebut merupakan kerusakan.”[1]
Karena tujuan syariah (Maqosid Asy-Syariah) sendiri tidak akan bisa diwujudkan tanpa adanya keutuhan negara. Maka bela tanah air sebagai usaha untuk menjaga keutuhan negara adalah sebuah keharusan yang tidak dapat ditawar lagi, sebagaiman aturan fiqih mengatakan :
المَقْدُوْرُ الَّذِيْ لَا يَتِمُّ الوَاجِبُ إلَّا بِهِ فَهُوَ الوَاجِبُ
“Perkara yang mampu diusahakan dan menjadi prasyarat atau sebab terlaksananya kewajiban agama, maka menjadi wajib.”
Artinya mewujudkan lima pokok tujuan syariah adalah sebuah kewajiban, sedangkan terwujudnya keutuhan negara menjadi prasyarat atau sebab hal tersebut bisa terwujud. Maka bela tanah air sebagai usaha mempertahankan keutuhan negara menjadi sebuah keharusan yang tidak dapat ditawar lagi yang kesemuanya merupakan jihad fi sabilillah.
Oleh: Muhammad Ichlasul Amal
[1] Abdullah bin Bayyah, Tambih al-Muraji’, (Bairut: Dar at-Tajdid, 2014), 1.