Home Berita Batsul Masail Kisah Inspiratif Sejarah Ruang Santri Tanya Jawab Tokoh Aswaja Dunia Islam Khutbah Amalan & Doa Ubudiyah Sambutan Pengasuh Makna Lambang Sejarah Pesantren Visi & Misi Pengasuh Struktur Jadwal Kegiatan Mars Bahrul Ulum Denah Opini Pendaftaran Santri Baru Cek Status Brosur Biaya Pendafataran Pengumuman Statistik Santri Login Foto Video Kontak
Berita

Kiai Abdul Nashir Memenuhi Kriteria Sebagai Pemimpin Rohani

Kiai Abdul Nashir Memenuhi Kriteria Sebagai Pemimpin Rohani
Kiai Abdul Nashir Memenuhi Kriteria Sebagai Pemimpin Rohani

Salah satu guru sepuh Madrasah Muallimin Muallimat 6 Tahun, Tambakberas, Jombang KH Muhammad Anshori Sechah menjelaskan sosok Kiai Abdul Nashir yang memenuhi empat kriteria pemimpin rohani sesuai keterangan Imam Sanusi dalam kitabnya, Ummu al-Barohain.

“Pertama¸ al-Mu’ayyadiin minallah bi nuri-l-bashiroh. Melihat persoalan dengan pandangan hati,” ungkap Kiai Anshori ketika memberikan isyhad (kesaksian) pada acara peringatan tahlil malam ke-empat Almaghfurlah KH Abdul Nashir Fattah di kediaman almarhum, tambakberas, Jombang, Rabu (31/08/22).

Ia mencontohkan pengalaman saat menyusun kepengurusan PCNU Jombang periode KH Isrofil Amar (kisaran tahun 2007-2017). Saat itu Kiai Anshori mengusulkan nama kepada Kiai Abdul Nashir untuk dimasukkan ke bagian kepengurusan pengurus cabang.

“Kiai, orang ini jenengan masukkan ke kepengurusan Cabang,” usul Kiai anshori kala itu.

“Pergaulannya bagus, Kiai di lingkungan pemerintahan, orang ini dihormati,” tandasnya

Namun, ketika mendengar usul tersebut, Kiai Abdul Nashir memejamkan mata.

Wah, angel nek musuh wong merem (wah, sulit kalo sudah berhadapan dengan orang yang ‘memejamkan mata’ seperti ini),” batin Kiai Anshori. Mungkin Kiai Abdul Nashir sedang mencari wangsit, pikirnya.

“(Orang ini) sepertinya kurang baik,” kata Kiai Abdul Nashir. Selang beberapa saat setelah membuka mata.

Kiai Anshori hanya bisa diam, dan meyakini apa yang baru saja Kiai Abdul Nashir ucapkan. Akhirnya, orang yang diusulkan Kiai Anshori tidak jadi dimasukkan ke dalam kepengurusan cabang.

Kiai Anshori mengakui bahwa Kiai Abdul Nashir juga bisa dengan mudahnya memilah mana yang pantas dan tidak untuk menjadi bagian kepengurusan cabang.

“Kedua, kriteria pemimpin rohani yang tercantum dalam Kitab Ummu al-Barohain yaitu az-zaahidiina biquluubihim fi hadza-al-‘arodl al-hadir (Zuhud terhadap harta benda yang sudah di tangan)” Jelas Kiai Anshari.

Zuhud yang dimaksid disini bukan tidak memiliki harta benda, tetapi tidak adanya keterikatan hati dengan harta.

Di samping posisi Kiai Abdul Nashir sebagai Rois Syuriah PCNU Jombang, Ia juga menjadi Komisaris di Rumah Sakit Nahdlatul ‘Ulama (RSNU) Jombang. Sebagaimana karyawan lain, Kiai Abdul Nashir juga diberi jatah mendapatkan gaji dari pihak rumah sakit itu. Namun, Kiai Abdul Nashir tidak pernah menerima gaji tersebut.

“Saya ini jadi komisaris, ya, karena Rois Syuriah di PCNU. Jadi, kalo saya diberi gaji itu bukan hak saya, uang itu (harus) saya kembalikan ke NU.” Jawab Kiai Abdul Nashir saat ditanya ihwal (tentang) penolakan tersebut.

Kiai Anshori juga mengisahkan bahwa dalam menyumbang LAZISNU, Kiai Abdul Nashir tidak tanggung-tanggung. Tidak terima satu atau dua juta saja, Ia pernah menyumbang 20 Juta untuk lembaga di bawah naungan NU tersebut.

“Kiai, jenengan menyumbang 20 Juta itu banyak, lho,” kata Kiai Anshori ngguyoni (bergurau) untuk sedikit memancing keterangan dari Kiai Abdul Nashir.

“Ini uang bunga bank, uang tidak jelas. Jangan sampai termakanmakanya saya kumpulkan.” jawab Kiai Abdul Nashir. Jawaban yang menunjukkan sifat konsistensinya atas prinsip-prinsip yang Ia pegang. Dengan posisi Ia yang begitu strategisnya untuk memperoleh uang, Kiai Abdul Nashir memilih tidak terikat dengan harta duniawi.

“Ketiga, al-musyfiqiin ‘ala-l-masaakiin. Kasih sayang kepada orang miskin,” ucap Kiai Ansori meneruskan penjelasan.

PCNU biasanya membentuk panitia untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dimotori oleh organisasi masyarakat terbesar itu. Sebab panitia-panitia tidak memiliki dana anggaran.

“Kiai Abdul Nashir biasanya memberikan uang untuk menambah anggaran tersebut agar kegiatan tetap bisa terlaksana,” jelasnya.

Pernah suatu ketika, dana kegiatan yang telah disiapkan panita hilang. Kabar hilangnya dana itu, sampai ke telinga Kiai Abdul Nashir yang kemudian diganti dengan uang pribadinya. Begitu relanya Kiai Abdul Nashir berkorban untuk kebaikan banyak orang.

“Terakhir, keempat, ar-ru’aafaa-u ‘ala dlu’afaai-l-mu’miniin. (Peduli akan pendidikan orang-orang muslim),” ujarnya meneruskan keterangan.

“Kiai Abdul Nashir menyampaikan bahwa kita tidak berkewajiban untuk mengajar orang-orang. Yang wajib mengajar adalah orang tua mereka. Akan tetapi, karena orang tua mereka tidak mampu mengajar, kewajiban mengajar itu berpindah tangan kepada kita,”jelas Kiai Anshori.

Hal itu yang lalu membuat Kiai Abdul Nashir mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang manfaatnya bisa dirasakan oleh banyak orang sampai saat ini.

Kiai Anshori bercerita saat masa-masa awal pembangunan gedung timur Madrasah Mu’allimin. Ketika itu seluruh siswa dan guru mengadakan khotmil quran 313 khataman atas instruksi dari Kiai Abdul Nashir langsung. Tidak hanya itu, Kiai Abdul Nashir juga mengirim beberapa dewan guru Madrasah untuk melaksakan khotmil quran di maqbaroh Mbah Mutamakkin, Kajen, Pati.

Kiai Anshori juga berkisah pernah tiba-tiba ditelepon oleh salah satu guru, untuk ikut dalam khotmil quran inisiatif Kiai Abdul Nashir di Batu Ampar, Madura.

“Rasanya semua itu tidak akan terjadi jika Kiai Abdul Nashir tidak memiliki rasa kepedulian yang sangat tinggi terhadap pendidikan,” katanya.

“Semoga ada yang menggantikan sosok Kiai Abdul Nashir, khususnya di Tambakberas ini,” tutup Kiai Anshori mengakhiri isyhad (kesaksiannya) tentang Kiai Abdul Nashir semasa hidup.

Penulis  : Muhammad Nashihul Khair

Editor     : Muhammad Ichlasul Amal