KH Abdul Wahab Hasbullah Terima Dua Anugerah Satu Abad NU Sekaligus
Bahrul Ulum - KH Abdul Wahab Hasbullah terima dua anugerah sekaligus dalam acara Malam Anugerah Satu Abad Nahdlatul Ulama yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada hari Selasa (31/1/2023) malam. Acara ini diselenggarakan di Teater Tanah Airku, Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Malam anugerah ini menjadi salah satu rangkaian kegiatan Resepsi Satu Abad Nahdlatul Ulama.
“Ini penghargaan yang sangat penting, penghargaan yang diberikan pada tokoh NU yang telah memberikan dedikasi perjuangannya untuk menginspirasi dan meninggalkan warisan yang tak ternilai baik untuk NU maupun untuk bangsa Indonesia,” ucap Muhammad Najib Azca Wakil Sekjen PBNU ketika membacakan nominasi anugerah dalam accara tersebut.
Penghargaan pertama, yakni penandatanganan naskah pendirian Nahdlatul Ulama diberikan kepada 25 tokoh. Mereka adalah tokoh yang menjadi saksi berdirinya NU serta terlibat dalam penandatangan naskah pendirian NU. Salah satu tokoh tersebut adalah KH Abdul Wahab Hasbullah (Tambakberas, Jombang).
Kiai Abdul Wahab Hasbullah adalah salah satu tokoh yang penting dalam pendirian Nahdlatul Ulama. Jasanya bagi NU sangatlah besar, diantaranya adalah pembentukan forum diskusi Taswirul Afkar (1914), pendirian Madrasah Nahdlatul Wathan (1916), Nahdlatut Tujjar (1918), Ta’mirul Masajid (1920an), pembentukan Komite Hijaz (1925) dan puncaknya adalah pendirian Nahdlatul Ulama (1926).
Komite Hijaz adalah cikal bakal kelahiran Nahdlatul Ulama, komite ini dibentuk dan dipelopori oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah atas restu dari Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari. Alasan Mbah Wahab membentuk komite ini bertujuan untuk mengirimkan delegasi Ulama Indonesia yang akan menghadap raja Abdul Aziz bin Saud di daerah Hijaz (Saudi Arabia) pada tahun 1925 untuk menyampaikan beberapa permohonan kepadanya. Misi yang diemban disebabkan kekhawatiran para Ulama’ terhadap rencana raja Abdul Aziz bin Saud yang akan membatasi praktik-praktik keagamaan tradisional dan melarang kebebasan bermadzhab di Hijaz.
Tujuan pengiriman Komite Hijaz adalah untuk menyampaikan aspirasi dari ulama’ tradisional pesantren nusantara kepada Raja Abdul Aziz bin Sa’ud. Utusan para ulama pesantren dengan nama Komite Hijaz itu menunai hasil gemilang. Raja menjamin kebebasan beramaliyah dalam madzhab empat di Tanah Haram serta tidak ada penggusuran makam Nabi Muhammad SAW. dan para sahabatnya.
Penghargaan kedua yakni penghargaan Rais Aam PBNU. KH. Abdul Wahab Hasbullah pernah menjadi Rais Aam masa abdi (1947-1971). Kiai wahab sendiri mejadi Rais Aam menggantikan gurunya, yakni Hadratus syeikh KH. Hasyim Asy’ari yang wafat pada tahun 1947.
Melalui Muktamar ke-17 NU tahun 1947 di Madiun, Jawa Timur, KH Abdul Wahab Hasbullah resmi menggantikan peran KH Hasyim Asy’ari yang menjabat sebagai Rois Akar yang wafat untuk memimpin NU dan Masyumi kala itu. Sikap tawadhu’ Kiai Wahab Hasbullah membuatnya tidak bersedia menyandang gelar Rais Akbar yang menurut Kiai Wahab hanya tepat untuk Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, saudara misan (sepupu) yang juga gurunya.
Perubahan pengggunaan istilah kepemimpinan tertinggi PBNU menjadi Rais Aam pertama kali digunakan oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah ketika menggantikan Hadratus Syeikh KH.Hasyim Asy’ari yang wafat yakni pada tahun 1947. Kiai wahab menjabat sebagai ra’is Aam sampai wafatnya pada tahum 1971.
Penulis : Ahmad Zamzami
Editor : Abdullah Machbub Al-Kahi