Home Berita Batsul Masail Kisah Inspiratif Sejarah Ruang Santri Tanya Jawab Tokoh Aswaja Dunia Islam Khutbah Amalan & Doa Ubudiyah Sambutan Pengasuh Makna Lambang Sejarah Pesantren Visi & Misi Pengasuh Struktur Jadwal Kegiatan Mars Bahrul Ulum Denah Opini Pendaftaran Santri Baru Brosur Biaya Pendaftaran Pengumuman Statistik Santri Foto Video Kontak Ketentuan Pembayaran
Dunia Islam

Hal-Hal yang disunnahkan ketika berpuasa

Foto : Ilustrasi Berbuka Puasa
Foto : Ilustrasi Berbuka Puasa

Bahrul Ulum - Ibadah puasa merupakan bentuk aktivitas rohani dan jasmani bagi setiap individu guna menahan diri dari hawa nafsu serta segala perbuatan yang bisa membatalkannya, mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari dengan ketentuan tertentu, yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Disaat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, selain menunaikan kewajiban, pastinya kita juga mengharapkan ganjaran yang diberikan oleh Allah SWT. Namun, berapa banyak diantara kita yang menjalankan ibadah puasa, tetapi mereka tidak mendapatkan apa-apa kecuali hanya mendapatkan rasa haus dan lapar walaupun tidak sampai merusak keabsahan puasa terebut, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

رُبَّ صَاىِٔمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ

“Berapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja.” (HR. Ibnu Majah no.1690)

Oleh karenanya, agar puasa kita berkualitas, bukan hanya menahan rasa lapar dan haus, sebagaimana keterangan hadits diatas, maka kita perlu memperhatikan beberapa kesunahan dalam menjalankan ibadah puasa, dinataranya:

 

Pertama, menyegerakan berbuka

Menyegerakan berbuka ketika mengetahui sudah masuk waktu magrib bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan rasa lapar atau haus, melaikan itu merupakan sebuah kebiaasaan kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau lakukan ketika berpuasa. Sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَزَالُ النّاَسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ.

“Umat manusia akan tetap baik selama mereka menyegerakan berbuka puasa.” (HR. Bukhori 1856).

Adapun dalam berbuka puasa Rasullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keteladanan kepada kita untuk berbuka puasa dengan kurma atau air, seperti sebuah hadits yang menyebutkan,

إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ فَإِنَّهُ بَرَكَةٌ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ تَمْرًا فَالمَاءُ فَإِنَّهُ طَهُوْرٌ

“Jika kalian berbuka puasa, maka berbukalah menggunakan kurma, lantaran kurma itu barakah. Kalau tidak adakurma, maka menggunakan air, lantaran air itu mensucikan”. (HR. Abu Daud dan At-Tirmizy).

 

Kedua, mengakhirkan waktu sahur

Sahur bukan hanya sekedar untuk menyiapkan energi berpuasa seharian, melaikan sebuah amalan yang penuh dengan keberkahan di dalamnya, sebagimana sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Annas bin Malik radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تسحروا فإن في السحور بركة

“Sahurlah kalian semua, sebab dalam sahur terdapat barokah”.

Bahkan menjalankan sahur merupakan sebuah perbuatan yang membedakan antara puasa umat islam dengan puasa ahli kitab.

 

Ketiga, menghindari pembicaraan yang tidak ada faedahnya

Dalam menghindari pembicaraan yang tidak mempunyai faedah tersebut bukan hanya ketika kita sedang berpuasa, bahkan ketika kita sedang tidak berpuasa pun kita diperintahkan untuk menjaga lisan kita dalam pembicaraan yang tidak memiliki nilai kemanfaatan. Sebagaiamana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ، إِنِّي صَائِمٌ

“Tidaklah puasa itu hanya sekedar menahan dari makan dan minum. Akan tetapi, hakikat puasa adalah menahan diri dari ucapan kotor dan sia-sia. Jika ada seseorang yang mencacimu dan berbuat usil kepadamu, maka ucapkanlah, ‘Saya sedang berpuasa, saya sedang berpuasa.” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya no. 1996).
Berarti menghindari pembicaraan yang tidak bernilai itu tidak bebicara selama yang dibicarakan tidak memiliki kebaikan, berbicara dengan perkataan buruk seperti ungkapan kotor, menggosip, fitnah, dan adu domba. Sebab setiap manusia dimintai pertanggung jawaban atas segala perkataan dan ungkapannya.

 

Keempat, memperbanyak sedekah

Sedekah merupakan amalan yang dicintai Allah SWT. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ayat Al-Qur’an yang menyebutkan tentang sedekah, salah satunya dalam surat Al-Baqarah ayat 271,

اِنْ تُبْدُوا الصَّدَقٰتِ فَنِعِمَّا هِيَۚ وَاِنْ تُخْفُوْهَا وَتُؤْتُوْهَا الْفُقَرَاۤءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۗ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِّنْ سَيِّاٰتِكُمْ ۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

 

“Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.”

 

Kelima, mandi besar

Untuk dapat menjalankan ibadah puasa dalam keadaan suci, dianjurkan untuk mandi besar sebelum fajar karena junub, haid, atau nifas. Hal ini juga mempertimbangkan agar tidak terjadi masuknya air ke dalam mulut, telinga, anus, dan sebagainya apabila mandi dilakukan setelah fajar. Jika tidak mampu untuk mandi seluruh tubuh sebelum fajar, disarankan untuk mencuci bagian-bagian yang rentan terkena air tersebut dengan niat mandi besar.

 

Keenam, memperbanyak itikaf di masjid

Lebih baik dilakukan selama satu bulan penuh selama bulan ramadhan. Namun jika tidak memungkinkan, fokus pada sepuluh malam terakhir. Sebab ketika memasuki sepuluh malam terakhir, Rasulullah saw. selalu memperbanyak ibadah di malam hari, membangunkan keluarganya, dan menegangkan ikat pinggang sebagai tanda kesiapan untuk beribadah. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh syaidah Aisyah radhiyallahu anha, isteri Kanjeng Nabi Muhammad hallallahu ‘alaihi wa sallam, menyebutkan bahwa,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

“Sesungguhnya Nabi SAW. melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istrinya mengerjakan i’tikaf sepeninggal beliau”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 1886 dan Muslim: 2006).

 

Ketujuh, memperbanyak membaca Al Qur’an

Dalam memperbanyak membaca Al Quran bisa mentarget selama bulan Ramadhan mengkhatamkan Al-Quran minimal satu kali. Paling banyak bisa dilakukan sebanyak mungkin seperti yang dilakukan oleh para ulama terdahulu. Bahkan, pada setiap bulan Ramadan, Imam al-Syafi'i menyelesaikannya hingga 60 kali. Seperti penjelaskan dalam kitab manaqib Asy – syafi’i jilid 2, halaman 159, Imam Al Baihaqi rahimatullah mengatakan,

الربيع بن سليمان يقول : سمعت الحميدى يقول : كان الشافى يختم في كل شهر رمضان ستين ختمة

“Ar-Rabi' Bin Sulaiman berkata, "Aku mendengar Al-Humaidi mengatakan, bahwa 'Imam Asy-Syafi'i biasa menghatamkan Al-Qur'an di bulan Ramadan sebanyak 60 kali khataman.”

Semoga kita semua senantiasa memperoleh petunjuk dan pertolongan oleh Allah Swt, sehingga kita bisa menjalankan kesunnahan – kesunnahan yang di anjarkan oleh Nabi Muhammad Saw.

Wallahualam bish-shawab.

Oleh: Ilham Ula Aghna