Home Berita Batsul Masail Kisah Inspiratif Sejarah Ruang Santri Tanya Jawab Tokoh Aswaja Dunia Islam Khutbah Amalan & Doa Ubudiyah Sambutan Pengasuh Makna Lambang Sejarah Pesantren Visi & Misi Pengasuh Struktur Jadwal Kegiatan Mars Bahrul Ulum Denah Opini Pendaftaran Santri Baru Brosur Biaya Pendaftaran Pengumuman Statistik Santri Foto Video Kontak Ketentuan Pembayaran
Dunia Islam

Keutamaan Bulan Suci Ramadhan

Keutamaan Bulan Suci Ramadhan
Keutamaan Bulan Suci Ramadhan

Bahrul Ulum - Allah subhanahu wa ta'ala melimpahkan banyak nikmat dan rahmat selama bulan Ramadhan. Bulan ini merupakan bulan yang istimewa, bulan mulia, dan bulan yang di tunggu – tunggu di setiap tahunnya bagi seluruh umat muslim di belahan dunia diantara bulan yang lain, sebab di dalam bulan ini terdapat banyak keutamaan dan kejadian yang luar biasa dalam sejarah Islam. Diantara keutamaan bulan suci Ramdhan:

 

Pertama, puasa bulan Ramadhan termasuk salah satu rukun Islam.

Puasa sendiri tidak hanya diwajibkan kepada umat nabi Muhammad, tapi juga umat sebelumnya. Dalam buku tafsirnya Habib Qurais Shihab terdapat keterangan bahwa para pakar perbandingan agama menyebutkan  sebelum mengenal agama Samawi, orang Mesir kuno telah melakukan puasa untuk tujuan tertentu. Puasa juga dilakukan oleh kaum Yunani, Romawi, penyembah bintang, Budha. Yahudi dan Kristen. Akan tetapi tata cara pelksanaannya berbeda dari puasa yang dilakukan oleh umat Islam sebagaimana yang kita kenal.

Kewajiban puasa ini, telah di sebutkan dan dijelaskan di dalam Al-Qur’an Karim pada surat al Baqoroh ayat 183:

يأَيُّهَا الَّذِينَءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”[1]

 

Kedua, Bulan Ramdhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an

Bulan Ramadhan menjadi lebih agung serta istiwema, karena pada bulan ini Allah Swt menurunkan Al-Qur’an secara inzali (turun secara langsung dari lauhul mahfudz ke langit dunia) sebagai pedoman umat manusia, sebagaimana dalam surat Al Baqoroh, ayat 185 Allah Swt berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُون

“Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur.”[2]

Syekh Nawawi al bantani dalam kitab tasirnya menerangkan:

 أن جبريل نزل بالقرأن جملة واحدة فى ليلة القدر وكانت ليلة أربع وعشرين من رمضان من اللوح المحفوظ إلى السماء الدنيا فأملأه جبريل على السفرة فكتبوه فى صحف وكانت تلك الصحف فى محل من تلك السماء يسمى بيت العزة ثم نزل جبريل بالقرأن على رسول الله صم نجوما فى ثلاث وعشرين سنة مدة النبوة بحسب الحاجة يوما بيوم أية وأيتين وثلاثا وسورة  

“Jibril turun membawa Al-Qur’an secara keseluruhan pada malam Lailatul Qadar, pada tanggal 24 Ramadhan dari Lauhul Mahfudz ke langit dunia. Jibril menyerahkannya pada malaikat Safarah (pencatat), kemudian ia menuliskannya pada lembaran-lembaran, dan lembaran-lembaran tersebut diletakkan pada suatu tempat di langit yang dinamakan dengan Baitul ’Izzah. Kemudian setelahnya Jibril membawa Al-Qur’an turun kepada Rasulullah saw secara berangsur-angsur selama 23 tahun, selama masa kenabian sesuai kebutuhan perhari, satu ayat, dua ayat, tiga ayat atau satu surat utuh.” [3]

Penegasan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada bulan ramadhan, mengisyaratkan bahwa sangat dianjurkan untuk membaca dan mempelajari Al-Qur’an selama bulan Ramadlan.
 

Ketiga, bulan yang penuh ampunan dosa.

Terdapat sebuah hadits dari Abu Hurairah R.A., bahwa Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari)[4]

Dari rekadsi hadits tersbut di katakan bahwa orang yang berpuasa akan di ampuni dosa-dosa yang terdahulu dengan ketentuan seseorang melaksanakan puasa dengan kenyakinan kewajiban puasa Ramadhan dan mengharapkan pahala dari Allah Swt. Seperti penjelasan Imam Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Bari:

المراد بالإيمان: الاعتقاد بفرضية صومه. وبالاحتساب: طلب الثواب من الله تعالى

“Yang di maksud dengan bil iman adalah beri’tikad bahwa puasa ramadhan di wajibkan dan masud dari bil ikhisabi adalah mencari pahala darai Allah Swt.”

 

Keempat, pintu surga dibuka, pintu neraka tertutup dan setan dibelenggu.

Banyak sekali riwayat tentang hal tersebut, sebagaimana halnya hadits dari Anas bin Malik radiyaallahu anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

هَذَا رَمَضَانُ قَدْ جَاءَكُمْ تُفَتَّحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، ‌وَتُغَلَّقُ ‌فِيهِ ‌أَبْوَابُ ‌النَّارِ، ‌وَتُسَلْسَلُ ‌فِيهِ ‌الشَّيَاطِينُ

“Ini adalah Bulan Ramadahan yang mendatangi kalian, akan dibukakan pintu – pintu surga didalamnya dan akan ditutupkan pintu - pintu neraka serta di belenggunya para syaithan.”[5]

 

Kelima, melebur dosa di antara dua bulan Ramadlan

 Dikemukan didalam sebuah hadits Nabis Saw riwayat dari Abu Hurairah, mengabarkan bawasanya seorang hamba melaksanakan amal ibadah sesuai dengan ketentuannya, maka akan bisa melebur dosa dosa kecil,

الصَّلَوَاتُ ‌الْخَمْسُ، ‌وَالْجُمْعَةُ ‌إِلَى ‌الْجُمْعَةِ، ‌وَرَمَضَانُ ‌إِلَى ‌رَمَضَانَ، ‌مُكَفِّرَاتٌ ‌مَا ‌بَيْنَهُنَّ ‌إِذَا ‌اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

“Jarak antara shalat lima waktu, shalat Jum’at dengan Jum’at berikutnya dan puasa Ramadhan dengan Ramadhan berikutnya merupakan penebus dosa - dosa yang ada diantaranya, apabila tidak melakukan dosa besar.” (HR Muslim)[6]

 

Keenam, terdapat malam lailatul qadar

Malam Lailatul Qadar lebih baik dari 1000 bulan. Allah SWT berfiman dalam sebuah surat al-Qadr,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ, لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ، سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”[7]

Ketujuh, banyak waktu mustajabah di bulan Ramadhan

Tidak seperti bulan-bulan lainnya, ada banyak waktu mustajabah untuk berdoa selama Ramadhan. Bahkan seluruh durasi puasa, dari matahari terbit hingga terbenam, adalah waktu yang mustajabah untuk berdoa. Berdoa di bulan Ramadhan lebih besar kemungkinan diterimanya, sebab ada sebuah riwayat dari Anas bin Malik R.A, Rasulullah SAW juga bersabda,

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ لَا تُرَدُّ، دَعْوَةُ الْوَالِدِ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِر

Ada tiga doa yang tidak akan ditolak: Doa orang tua, doa orang yang berpuasa, dan doa musafir.”[8]

Masih banyak lagi keutamaan keutaman bulan Ramadhan yang belum disebut, oleh sebab itu, melihat banyak sekali keutamaan di bulan Ramadhan, hendaknya umat muslim harus mempersiapkan dan meningkatkan beribadahannya untuk memanfaatkan waktu selama Ramadhan, sehingga mereka bisa lebih dekat dari Sang Maha Pemberi keutamaan dan juga mendapatkan keberkahan dari bulan tersebut.

Wallahualam bish-shawab

Oleh : Ilham Ula Aghna

 

[1] Q.S. Al-Baqoroh, 183.

[2] Q.S. Al-Baqoroh, 185.

[3] Muhammad bin ‘Umar Nawawi al-Jawi al-Bantani, Murah al-Labid li Kasyfi Ma’na Al-Qur’an al-Majid, (Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1996), I/61.

[4] Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughiroh, Shohih Bukhori, (Mesir: al-Sulthaniyyah,1893), I/16.

[5] Abu Abdirrohman Ahmad bin Syu’aib al-Nasa’I, al-Sunan al-Kubro, (Bairut: muassasah al-Risalah, 2001), III/93.

[6] Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Shohih Muslim, (Bairut: Dar ihya’ al-Turats, 1955), I/209.

[7] Q.S Al-Qadar, 1-5.

[8] Abu Bakr Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubro, (Bairut: Dar al-Kutub al-‘ilmiyyah, 2003), III/481.