Home Berita Batsul Masail Kisah Inspiratif Sejarah Ruang Santri Tanya Jawab Tokoh Aswaja Dunia Islam Khutbah Amalan & Doa Ubudiyah Sambutan Pengasuh Makna Lambang Sejarah Pesantren Visi & Misi Pengasuh Struktur Jadwal Kegiatan Mars Bahrul Ulum Denah Opini Pendaftaran Santri Baru Cek Status Brosur Biaya Pendafataran Pengumuman Statistik Santri Login Foto Video Kontak
Dunia Islam

Tradisi Ruwahan Dalam Pandangan Islam

Foto Kegiatan Ruwahan
Foto Kegiatan Ruwahan

Ramadhan 1445 Hijriyah sudah hanya tinggal hanya tinggal hitugan jari. Di Indonesia, khusunya di tanah jawa biasanya menjelang Ramadhan masyarakat melakukan suatu tradisi  yang dikenal dengan ruwahan. Ruwahan sendiri merupakan kegiatan mengirim doa kepada leluhur atau orang tua yang sudah meninggal yang biasa dilakukan pada momen menjelang bulan ramadhan setelah nisfu sya’ban.

Kegiatan dalam ruwahan biasanya berupa membersihkan makam, menaburi bunga pada makam dan di sebagian daerah ada yang membawa makanan untuk saling ditukar dan dimakan bersama. Namun kegiatan inti dalam ruwahan adalah mengirim doa kepada para leluhur dan orang tua yang sudah meninggal. Lantas bagaimana pandangan islam mengenai kegiatan ruwahan tersebut?

Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam kitabnya Bulugh al-Maram beliau mengutip hadis yang diriwayatkan dari Abu Huroiroh r.a bahwasanya rosulullah pernah bersabda:

يَدْعُو لَهُ إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ

Artinya:

“Ketika seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali 3 (perkara) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdoa baginya.”

Dalam hadis tersebut, dijelaskan bahwa pada dasarnya seseorang yang telah meninggal akan terputus segala amalnya. Tetapi ia masih tetap bisa mendapatkan pahala setelah kematiannya dengan 3 cara, yakni:

1. Shodaqoh jariyah

2. Ilmu yang bermanfaat

3. Anak sholeh yang mendoaakannya.

Hadis ini sangat mendukung kebenaran kegiatan ruwahan yang sudah menjadi tradisi di Indonesia, karena ruwahan sendiri adalah kegiatan mengirim doa atau sedekah yang ditujukan kepada para leluhur dan orang tua yang sudah meninggal.

dalam kitab Dzurrotu an-Nasihin dijelaskan bahwa mengirim doa atau sedekah yang ditujukan kepada kedua orang tua termasuk kewajiban bagi seorang anak, sehingga jika ada anak tidak mendoaakan kedua orang tuanya maka ia sama halnya bermaksiat kepada allah.

وذكر النبي حديثا طويلا وقال في أخره : والذي بعثني بالحق نبيا ما من عبد رزقه الله مالا ثم بر والديه إلا كان معي في الجنة. فقال رجل : يا رسول الله فإن لم يكن له والدان في الدنيا فما يفعل؟ قال يتصدق عنهما بإطعام الطعام وقراءة القرأن أو بالدعاء فإن تركها فقد عقهما ومن عقهما فقد عصى.

Artinya:

“Nabi Muhammad Saw. pernah menjelaskan hadis yang panjang dan diakhir hadis tersebut, beliau bersabda :Demi dzat yang mengutusku menjadi nabi dengan haq, tidak ada seorang hamba pun yang yang telah diberi rizqi oleh allah, kemudian ia berbakti kepada kedua orang tuanya kecuali ia akan bersamaku di surga.

Lalu ada seorang laki-laki bertanya : Ya Rasulallah, jika ada orang yang tidak mempunyai kedua orang tua, maka apa yang akan dia lakukan?

Nabi Muhammad Saw. menjawab : Bersedekah dengan memberikan makanan kepada orang-orang dan membaca alqur’an yang diniatkan pahalanya kepada kedua orang tua yang sudah meninggal atau mendoakannya. Jika seorang anak tidak mendoakan kedua orang tuanya maka ia durhaka kepada kedua orang tuanya. Jika ia durhaka kepada kedua orang tua nya maka ia telah bermaksiat kepada allah.

Dengan demikian, sangat dianjurkan bagi seluruh umat islam untuk mengikuti kegiatan ruwahan tersebut, karena dalam kegiatan ruwahan juga didukung oleh syariat yang telah dijelaskan sebagaimana di atas dan bahkan bisa menjadi suatu kewajiban jika dihubungkan dalam konteks anak berbakti kepada kedua orang tuanya.

 

Oleh: Bima Erlangga