Gus Miftah Tanggapi Polemik Santri di Konser Kebangsaan Dua Abad PPBU Jombang: "Saya Siap Jadi Budak Selama-lamanya"
BAHRULULUM.ID – Pondok Pesantren Bahrul Ulum (PPBU) Tambakberas, Jombang, sukses merayakan usia Dua Abad atau 200 tahun dengan menggelar acara akbar bertajuk Konser dan Selawat Kebangsaan. Acara yang menyatukan unsur dakwah dan hiburan ini dihelat pada Sabtu, 18 Oktober 2025, di Lapangan Untung Suropati, Tambakrejo, Jombang, dan berhasil menyedot ribuan hadirin.
Peringatan bersejarah ini dimeriahkan oleh penceramah kondang Gus Miftah (Miftah Maulana Habiburrahman), musisi religi Hamid Uye, dan grup lawak legendaris Precil CS yang terdiri dari Cak Precil, Cak Hengky, Wisnu, dan Cak Yudho.
Kemeriahan acara dibuka oleh penampilan energik dari Hamid Uye. Musisi ini menyajikan penampilan berbeda dengan membawakan alunan shalawat yang dipadukan secara unik dengan iringan instrumental genre reggae, gambus, dan nasyid. Perpaduan unik ini menciptakan suasana yang syahdu, namun tetap asyik dan "kekinian" berkat sentuhan musik reggae.
Setelah penampilan syahdu Hamid Uye, panggung dimeriahkan oleh kehadiran Grup Precil CS. Grup lawak ini tak kalah memukau dengan membawakan sejumlah lagu campursari populer yang spontan diikuti oleh para penonton. Selain asyik bernyanyi bersama, penonton juga dibuat terpingkal-pingkal oleh berbagai lawakan segar dan tingkah lucu Cak Precil dan kawan-kawan, yang dikenal piawai membangun interaksi humoris dengan publik.
Jawaban Tegas Gus Miftah Mengenai Isu Santri
Tibalah puncak acara dengan kehadiran Gus Miftah. Penceramah yang dikenal dengan gaya khasnya ini langsung mengajak ribuan hadirin untuk membarui niat dalam menghadiri Maulid dan Majelis.
Dalam tausiahnya, Gus Miftah secara khusus memberikan tanggapan mengenai isu sensitif yang sempat memicu amarah dan perdebatan di kalangan santri dan masyarakat luas beberapa bulan sebelumnya, terutama terkait isu disiplin, kekerasan, dan kepatuhan di lingkungan pesantren. Isu ini santer diberitakan dan memunculkan perdebatan tentang batasan kepatuhan santri terhadap kiai.
Dalam momentum ini, Gus Miftah tampil sebagai penenang, meredam amarah santri sekaligus menyemangati mereka agar semakin giat dalam menimba ilmu agama. Ia menggunakan mimbar tersebut untuk menggarisbawahi pentingnya penghormatan tulus (sungkem dan tunduk) terhadap guru dan kiai, menanggapi kritik pedas yang menyamakan kepatuhan tersebut dengan perbudakan.
"Kalau memang sungkem kepada Kiai dianggap budak, kalau memang tunduk kepada Kiai dianggap budak, maka saya siap menjadi budak selama-lamanya," tegas Gus Miftah, sebuah pernyataan yang sarat pembelaan terhadap tradisi pesantren yang disambut riuh tepuk tangan hadirin.
Melalui peringatan Dua Abad ini, para santri dan masyarakat dibuat hanyut dalam suasana syahdu oleh alunan selawat, bergelak tawa oleh hiburan Cak Precil CS, namun yang terpenting, mereka kembali belajar akan pentingnya sikap tawadhu’ (rendah hati) dan menjaga akhlak kepada guru, di tengah dinamika zaman dan polemik yang serba gonjang-ganjing. Peringatan Dua Abad PPBU ini sukses menjadi penguat nilai-nilai inti tradisi keilmuan pesantren.
Oleh: M. Naufal Muzacky
Editor : Ahmad Diya’uddin Syahrur Ridlo dan Azra Kafi Afwillah